Berikut lanjuan dari attikel yang baru diterbitkan dengan judul Penyimpangan Aqidah Pengikut Ruqayah Sang Creator Rasul Palsu Osama Altaf (1).
Dalam penjabaran berikutnya adalah semakin dekatnya akhir zaman ini semakin akan kita rasakan dampaknya, tanda-tanda akhir zaman semakin dekat maka banyaklah bermunculan hal yang di luar nalar manusia, itu semua sudah termaktub di dalam hadist Rasulullah shalallahu alaihi wassalam bersabda:
لاَ تَقُومُ السَّاعَةُ حَتَّى يُبْعَثَ دَجَّالُونَ كَذَّابُونَ قَرِيبًا مِنْ ثَلَاثِينَ كُلُّهُمْ يَزْعُمُ أَنَّهُ رَسُولُ اللَّهِ
“Tidak akan datang hari kiamat sehingga dibangkitkan pembohong – pembohong besar yang jumlahnya mendekati tigapuluh orang, masing – masing mengaku sebagai utusan Allah.” [HSR. Bukhari, Kitab Al-Manaqib, Bab: ‘Alamatan-Nubuwwah; Muslim, Kitab Al-Fitan wa Asyroth As-Sa’ah, dari Abu Hurairah]
Banyak dari mereka para ustadz, kiyai, habib, dan orang umum, mengatakan mereka mendapatkan Kalamullah atau firman Allah sehingga seseorang yang mendapatkannya entah itu dari mimpi maupun sadar, orang ini mempercayainya dan akhirnya mengamalkannya, bahkan mereka menyuruh kepada santrinya, pengikutnya mempercayai perkataan tersebut yang dia yakini ini datangnya dari Allah azza wa jalla.
Sejak 14 abad yang lalu, Al-Quran telah memproklamirkan dirinya sebagai kitab suci yang mengakhiri suratan langit. Sekaligus menyatakan Nabi Muhammad adalah pembawa risalah terakhir itu, yang tidak mungkin akan ada lagi utusan setelahnya. Al-Quran seakan telah meramalkan, manusia yang keras kepala akan menolaknya, menganggap ia buatan Muhammad dan merupakan dongeng-dongeng belaka.
Ilham bagi para nabi dan rasul adalah wahyu, sebagaimana firman Allah.
وَمَاكَانَ لِبَشَرٍ أَن يُكَلِّمَهُ اللهُ إِلاَّ وَحْيًا أَوْ مِن وَرَآئِ حِجَابٍ أَوْ يُرْسِلَ رَسُولاً فَيُوحِيَ بِإِذْنِهِ مَايَشَآءُ إِنَّهُ عَلِىٌّ حَكِيمٌ
Dan tidak ada bagi seorang manusiapun bahwa Allah berkata-kata dengan dia kecuali dengan perantaraan wahyu atau di belakang tabir atau dengan mengutus seorang utusan (malaikat) lalu diwahyukan kepadanya dengan seizinNya apa yang Dia kehendaki. Sesungguhnya Dia Maha Tinggi lagi Maha Bijaksana. [Asy Syura/42:51].
Bagi mereka yang mempercayai atau pernah mengatakan dapat Wahyu, firman, Allah bercakap-cakap kepadanya setiap hari, dia mendapatkan gelar atau nama nabi, rasul, sahabat Rasul, atau anak rasul, ini sama seperti pemahaman sufiyun/thariqot.
Nukilan ini kami angkat dari kitab ‘Asyratu Mawâqif Mudh-hikah Ma’ash-Shûfiyyah, karya Dr. Ahmad bin Abdil-’Aziz al- Hushain, Maktabah al-Imân, Cetakan I, 1426 H – 2005 M. Silahkan menyimak. (Redaksi).
Kaum Sufi Memiliki Anggapan Bahwa Manusia Bisa Bertemu atau Bersama Nabi Dalam Keadaan Terjaga.
Lantas apakah cisusila/ruqhayya ini pemahamannya sufiyun, maka jika dari pemaparannya dia mendapatkan firman atau Wahyu, karena dia bermimpi atau bercakap-cakap kepada Allah dengan hatinya ini sama seperti kaum sufiyun bahkan kita ketahui kisahnya Mirza Ghulam yang mendapatkan Wahyu dari Allah. Maka ruqhayya sama persis seperti Mirza Ghulam Ahmad.
Dalam firman-nya mengatakan :
Allamah Allusi dalam kitabnya Ruhul-Maani yang terkenal itu menulis yang artinya:
“Ketahuilah bahwa sebagian ulama mengingkari turunnya Malaikat ke dalam hati orang selain Nabi, dikarenakan tiadanya pengalaman mereka tentang itu. Yang sebenarnya ialah sesungguhnya malaikat tetap turun namun dengan syariat Nabi kita, Muhammad saw.” (Ruhul-Maani, juz 7, hal 326).
Imam Abdul Wahab As-Sya’rani juga mengaku telah menerima wahyu dan Ilham ghair syar’i (bukan syari’at) sebagaimana pernyataan beliau sebagai berikut:
“Ketauhilah kami tidak mendapat kabar dari Allah swt bahwa wahyu syariat masih bisa turun setelah yang Mulia Nabi Muhammad saw. Namun demikian kami mendapat wahyu-wahyu Ilham. (Al Yawaaqit wal Jawaahir, juz 2).
wahyu yang diterima Mirza Ghulam Ahmad pada tahun 1902, yang salah satu kalimatnya berbunyi:
أَنْتَ مِنِّي بِمَنْزِلَةِ أَوْلاَدِي
“Engkau disisi-Ku pada kedudukan putra-putra-Ku” (Tadzkirah, edisi 1969, hal. 112, Tadzkirah, 2nd English Edition, hal. 542).
Lalu firman yang lainnya :
Beliau sendiri menerima wahyu, “Aku telah menghabiskan seluruh hidup di antara kalian sebelum ini, lalu apakah kalian tidak mengerti? (Tadhkirah, hal. 111).
“Tidak ada pendakwaanku atas kenabian. Sebaliknya, pengakuanku semata atas muhaddatsiyyat yang diturunkan atas perintah Tuhan” (Iz?la-e-Auh?m (1891), hlm. 421)
“Tidak ada pendakwaan kenabian atas diriku. Pengakuan diriku hanyalah sebagai wali dan mujaddid.” (Majm?’ah Ishtih?r?t, Vol. II, hlm. 298)
Lalu pertama kali Mirza Ghulam mendapatkan Wahyu /menerima wahyu,
“Tuhanmu sangat senang dengan apa yang telah kau lakukan. Dia akan memberkatimu dengan sangat, sedemikian rupa sehingga para Raja akan mencari berkat dari pakaianmu.”
Pada tahun 1889 Hazrat Mirza Ghulam Ahmad (as) menerima wahyu Ilahi:
“Jika kamu telah bertekad, maka bertawakallah kepada Allah. Dan bangunlah bahtera itu di bawah pengawasan Kami, sebagaimana diperintahkan dalam wahyu Kami. Sesungguhnya orang-orang yang bersumpah setia kepadamu, sesungguhnya mereka bersumpah setia kepada Allah. Tangan Allah berada di atas tangan mereka.”
Setelah wahyu ini, Hazrat Mirza Ghulam Ahmad (as) menerbitkan pengumuman umum yang berbunyi:
‘Aku telah ditahbiskan untuk mengumumkan bahwa mereka yang mencari kebenaran harus bersumpah setia kepadaku sehingga mereka dapat menemukan jalan menuju iman sejati, kemurnian sejati, dan cinta Tuhan.’
Panggilan untuk Bai’at segera dijawab oleh mereka yang telah mengakui bahwa Hazrat Mirza Ghulam Ahmad (as) benar-benar adalah Al-Masih yang Dijanjikan, dan ditunjuk oleh Allah SWT sendiri. Upacara Bai’at pertama berlangsung di Ludhiana pada tanggal 23 Maret 1889, yang menjadi dasar bagi Jemaat Muslim Ahmadiyah. Hazrat Maulvi Nurudin (ra) menjadi orang pertama yang dibai’at di tangannya.
Pada tahun 1891 di Qadian, Hazrat Mirza Ghulam Ahmad (as) menerima wahyu berulang-ulang bahwa Isa (as) dari Nazareth, yang kedatangannya kedua kali diyakini oleh umat Muslim dan Kristen, telah wafat secara wajar dan yang dimaksud dengan kedatangannya kedua kali adalah bahwa seseorang akan muncul dalam ruh Isa dan bahwa dia sendiri adalah orang itu, Hadhrat Masih Mau’ud (as) .
Jadi banyak sekali Wahyu yang di dapatkan oleh Mirza Ghulam sampai dia membuat buku kumpulan Wahyu tersebut, bahkan banyak yang bergabung setelah mendengarkan Wahyu dari Mirza Ghulam, mereka bergabung tanpa paksaan dan mengakui ini panggilan yang datangnya dari Allah.
Disinilah terbentuknya Ahmadiyah dan ajaran-ajaran mereka banyak menyelisihi dan mereka meninggalkan Al-Qur’an dan lebih mempercayai Wahyu yg datang dari Mirza Ghulam, walau ada Wahyu yang di sematkan kepada Al-Qur’an dan wahyunya maksudnya sama apa yg di jelaskan dalam Al-Qur’an, tetapi kesesatannya ini begitu nyata bahkan orang awam tidak dapat melihatnya.
Sama halnya pemahaman ci susila bahkan firman-nya ini di sambung-sambungkan kepada ayat Al-Qur’an mirip halnya Mirza Ghulam, dan akhirnya banyak yang meyakini itu sebuah kebenaran, Mirza Ghulam mendapatkan Wahyu dari mimpi dan dari qolbunya.
(Bersambung)
Penulis: Abu Darda