Fenomena mimpi Muhammad Qasim menjadi perbincangan di dunia maya. Terdapat pro dan kontra terkait fenomena tersebut. Akan tetapi, untuk menepis anggapan bahwa helpers Muhammad Qasim asal percaya kepada mimpi Muhammad Qasim, beberapa kali tim GAZA melaksanakan tabayun langsung kepada Muhammad Qasim di Pakistan. Pada tabayun pertama, R. Diki Candra Purnama bersama Faris Al Ghifari telah datang ke Pakistan pada Oktober 2021. Pada tabayun kedua, tim GAZA memberangkatkan beberapa cendekiawan muslim Indonesia untuk melakukan beberapa pengujian terhadap Muhammad Qasim.
Adalah Maulana Abbas Al Hadid, salah seorang cendekiawan muslim yang ikut dalam proses tabayun kedua di bulan Februari 2022. Maulana yang akrab dengan panggilan Ustadz Kiki tersebut, awalnya menolak dan tidak mempercayai fenomena Mimpi Muhammad Qasim. Tetapi karena beberapa kali ajakan bertabayun, akhirnya beliau membuka diri.
Pengujian terhadap Muhammad Qasim di Pakistan
Dalam rangka melakukan pengujian terhadap Muhammad Qasim, Maulana Abbas berkata kepada dr Jaya Mualimin. Beliau adalah seorang doktor pakar sakit jiwa yang juga ikut bersama rombongan.
“Doktor, nanti tolong periksa apakah Muhammad Qasim ini ada gangguan jiwa, halusinasi, indigo, dan sebagainya. Jika ada tanda-tandanya, kita pulang saja, tidak perlu kita bicara lama-lama dengan orang gila”.
Ustadz Kiki juga berpesan kepada Prof. Nandan seorang tokoh di bidang akademik yang juga ikut serta dalam rombongan.
“Prof, tolong tanyakan apakah Muhammad Qasim memiliki latar belakang pendidikan di tingkat sarjana, master atau PHD. Jika ada maka beliau memiliki pengalaman mengarang tesis dan disertasi, dan saya tidak akan percaya karena mimpi-mimpi ini pasti beliau sendiri yang mengarangnya.”
Kemudian di sudut ilmu agama, Maulana Abbas sendiri yang menguji Muhammad Qasim.
“Apakah Muhammad Qasim memiliki latar belakang dalam mempelajari Al Qur’an dan tafsirnya, atau hadith dan ulumnya atau fiqh dan usulnya, dan seterusnya. Karena jangankan seorang Masyaikh atau Maulana dari madrasah di Pakistan, pelajarnya saja memang dilatih dengan karangan ilmiah. Seperti contoh sewaktu kami imtihan, setiap pelajar itu mampu mentakhrij hadith atau menulis syarah hingga dua helai kertas kajang.”
Dari ketiga pengujian tersebut, menghasilkan kesimpulan bahwa Muhammad Qasim itu tidak gila. Dia tidak mempunyai pendidikan tinggi. Qasim juga tidak memiliki latar belakang pendidikan agama. Dia hanya orang biasa.
Kemudian Maulana Abbas di malam hari mencoba menguji sisi kejujuran Muhammad Qasim. Apakah dia mengaku sebagai al-Mahdi.
Ketika semua orang lain sedang tidur, maka Maulana Abbas pergi menemui Muhammad Qasim dan mengatakan sesuatu kepadanya
“Qasim bhai, aku sudah percaya kepada mimpi-mimpi mu dan meyakini kamulah al-Mahdi. Izinkan aku berbaiat kepadamu.” Kata Ustadz Kiki sambil memegang tangan Muhammad Qasim.
Tetapi Muhammad Qasim sangat marah dan mencabut tangannya dari genggaman tangan beliau sambil mengatakan, “Aku bukan al-Mahdi! Apa ini al-Mahdi al Mahdi?!”.
Kata Maulana Abbas, “Justru saya percaya kepada beliau karena kekurangan dirinya, bukan karena kelebihannya“.
