PENJELASAN TENTANG BID’AH
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
مَنْ عَمِلَ عَمَلاً لَيْسَ عَلَيْهِ أَمْرُنَا فَهُوَ رَدٌّ
“Barangsiapa melakukan suatu amalan yang tidak sesuai dengan perintah kami, maka amalan tersebut tertolak” (HR. Muslim no. 1718)
Dalam riwayat An Nasa’i,
مَنْ يَهْدِ اللَّهُ فَلا مُضِلَّ لَهُ ، وَمَنْ يُضْلِلْ فَلا هَادِيَ لَهُ ، إِنَّ أَصَدَقَ الْحَدِيثِ كِتَابُ اللَّهِ ، وَأَحْسَنَ الْهَدْيِ هَدْيُ مُحَمَّدٍ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ، وَشَرَّ الأُمُورِ مُحْدَثَاتُهَا ، وَكُلَّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ ، وَكُلَّ بِدْعَةٍ ضَلالَةٌ ، وَكُلَّ ضَلالَةٍ فِي النَّارِ
“Barangsiapa yang diberi petunjuk oleh Allah maka tidak ada yang bisa menyesatkannya. Dan yang disesatkan oleh Allah tidak ada yang bisa memberi petunjuk padanya. Sesungguhnya sebenar-benar perkataan adalah Kitabullah dan sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam. Sejelek-jelek perkara adalah (perkara agama) yang diada-adakan, setiap (perkara agama) yang diada-adakan itu adalah bid’ah, setiap bid’ah adalah kesesatan dan setiap kesesatan tempatnya di neraka” (HR. An Nasa’i no. 1578, dishahihkan oleh Al Albani dalam Shahih wa Dha’if Sunan An Nasa’i)
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
أُوصِيكُمْ بِتَقْوَى اللَّهِ وَالسَّمْعِ وَالطَّاعَةِ وَإِنْ عَبْدًا حَبَشِيًّا فَإِنَّهُ مَنْ يَعِشْ مِنْكُمْ بَعْدِى فَسَيَرَى اخْتِلاَفًا كَثِيرًا فَعَلَيْكُمْ بِسُنَّتِى وَسُنَّةِ الْخُلَفَاءِ الْمَهْدِيِّينَ الرَّاشِدِينَ تَمَسَّكُوا بِهَا وَعَضُّوا عَلَيْهَا بِالنَّوَاجِذِ وَإِيَّاكُمْ وَمُحْدَثَاتِ الأُمُورِ فَإِنَّ كُلَّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ وَكُلَّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ
“Aku wasiatkan kepada kalian untuk bertakwa kepada Allah, tetap mendengar dan ta’at kepada pemimpin walaupun yang memimpin kalian adalah seorang budak dari Habasyah. Karena barangsiapa di antara kalian yang hidup sepeninggalku nanti, dia akan melihat perselisihan yang banyak. Maka wajib bagi kalian untuk berpegang pada sunnah-ku dan sunnah Khulafa’ur Rasyidin yang mereka itu telah diberi petunjuk. Berpegang teguhlah dengannya dan gigitlah ia dengan gigi geraham kalian. Jauhilah dengan perkara (agama) yang diada-adakan karena setiap perkara (agama) yang diada-adakan adalah adalah bid’ah dan setiap bid’ah adalah kesesatan” (HR. At Tirmidzi no. 2676. ia berkata: “hadits ini hasan shahih”)
Kesimpulan dari 3 hadits tsb adalah Tiada sah sebuah amalan itu yang tidak ada perintahnya sama sekali dari pada;
1.Kitabullah
2.Sunnah Rasulullah
3.Sunnah Khulafa’ur rasyidin:Abu bakar,Umar,Ustman,Dan Ali.
Untuk memahami 3 Perintah Tsb maka harus paham juga:
1.Memahami Kitabullah harus di sertakan Tafsirnya, dan Minimal tafsir dari Ulama-ulama yang di akui keilmuannya sepanjang masa.
2.Memahami Sunnah Rasulullah,harus tahu segala hadits yang berkaitan dengan aturan agama yang didasarkan atas segala apa yang dinukilkan dari Nabi Muhammad SAW., baik perbuatan, perkataan, sikap, maupun kebiasaan yang tidak pernah ditinggalkan beliau.
Selain itu Sunnah ini di bagi menjadi 3,yaitu Qauliyyah,Fiiliyyah,Taqriyyah:
A.Qauliyyah:
Adalah macam-macam sunnah yang berasal dari ucapan Nabi Muhammad SAW. Pengertian Sunnah Qauliyyah adalah ucapan Rasulullah yang didengar atau disampaikan oleh seseorang atau beberapa sahabat.
B.Fiiliyyah:
Adalah sunnah yang berasal dari perbuatan Nabi Muhammad SAW. Perbuatan ini dilihat, diketahui, dan disampaikan para sahabat kepada orang lain. Sunnah ini bersumber dari segala bentuk perbuatan Nabi.
Tindakan yang dimaksud dalam sunnah ini, termasuk tindakan agama dan duniawi. Sunnah fiiliyyah biasanya terkait dengan penjelasan soal ibadah, dan penyelenggaraan hukum Islam.
C.Taqriyyah:
Adalah sunnah yang berasal dari respons Rasulullah terhadap segala perbuatan sahabat yang diketahuinya. Sunnah ini berupa perbuatan atau ucapan sahabat yang dilakukan di hadapan atau sepengetahuan Nabi Muhammad SAW. Tetapi Nabi hanya diam dan tidak mencegahnya. Sikap diam dan tidak mencegah dari Nabi Saw menunjukkan persetujuan (taqriri) Nabi SAW terhadap perbuatan sahabat tersebut.
Sunnah Taqriyyah meliputi persetujuan Nabi Muhammad SAW tentang tindakan para sahabat yang terjadi dalam dua cara yang berbeda. Pertama, ketika Rasulullah mendiamkan suatu tindakan dan tidak menentangnya.
Kedua, ketika Rasulullah menunjukkan kesenangannya dan tersenyum atas tindakan seorang sahabat.
Namun juga ada hadits-hadits yang menunjukkan pujian Rasulullah atas amalan yang di kerjakan sahabat tanpa perintah dari Rasulullah saw tsb.
D.Sunnah Khulafa’ur Rasyidin:
Yaitu segala perbuatan,perkataan,sikap mau pun kebiasaan 4 Sahabat utama, baik yang datang dari mereka sendiri mau pun yang di lihat atau di dengar oleh orang lain.
Maka jika kita pahami perkara ini, Selama tidak keluar dari 3 petunjuk tsb maka Ia tidak bisa di sebut sebagai Bid’ah yang di maksud Nabi saw.
Yaitu Bid’ah dholalah atau Bid’ah yang sesat.
Oleh sebab karena Sunnah Khulafa’ur Rasyidin ini di lakulan setelah wafat Rasulullah saw maka di anggaplah ia sebagai bid’ah Hasanah namun Dasarnya tetap dari ajaran Islam.
Hal ini di kemukakan oleh Imam Syafi’i, beliau membagi bid’ah menjadi dua yaitu :
اَلبِدْعَةُ بِدْعَتَانِ, بِدْعَة ٌمَحْمُودَةٌ وَبِدْعَةِ مَذْمُوْمَةٌ فِيْمَا وَافَقَ السُّنَّةَ فَهُوَ مَحْمُوْدَةٌ وَمَا خَالَفَهَا فَهُوَ مَذْمُومْ
Bid’ah ada dua, bid’ah yang terpuji dan yang tercela. Bid’ah yang sesuai dengan sunnah (syariat) adalah bid’ah yang terpuji. Sedangkan yang menyelisihi sunnah adalah bid’ah tercela.”
Penjelasan Imam Syafi’i dalam riwayat yang lain yaitu yang diriwayatkan oleh Al Baihaqi dalam Manakib Imam Syafi’i :
اَلمُحْدَثَاتُ ضَرْبَانِ, مَا اُحْدِثَ يُخَالِفُ كِتَابًا اَوْ سُنَّةً اَوْ أثَرًا اَوْ اِجْمَاعًا فَهَذِهِ بِدْعَةُ الضّلالَةُ وَمَا اُحْدِثَ مِنَ الْخَيْرِ لاَ يُخَالِفُ شَيْئًا ِمْن ذَالِكَ فَهَذِهِ بِدْعَةٌ غَيْرُ مَذْمُوْمَة
Perkara-perkara baru itu ada dua macam. Pertama, perkara-perkara baru yang bertentangan dengan Al-Qur’an, Hadits, Atsar atau Ijma’. Inilah bid’ah Dhalalah (sesat).
Kedua, perkara-perkara baru yang mengandung kebaikan dan tidak bertentangan dengan salah satu dari yang disebutkan tadi, maka bid’ah yang seperti ini tidaklah tercela’.
Dari penjelasan Imam Syafi’i tersebut, kita bisa simpulkan bahwa bid’ah yang tidak sesuai dengan syariat disebut bid’ah sesat, sedangkan bid’ah yang sesuai syariat disebut bid’ah tidak sesat.
Jika bid’ah yang tidak sesuai dengan syariat disebut Bid’ah tercela, maka Bid’ah yang sesuai dengan syariat disebut bid’ah terpuji.
Jika bid’ah yang tidak sesuai dengan syariat disebut bid’ah yang buruk (sayyiah), maka bid’ah yang sesuai dengan syariat disebut bid’ah yang baik (Hasanah).
Demikian juga, sebagaimana bid’ah yang pertama (yang tidak sesuai dengan syariat) jelas statusnya, yaitu sesat dan haram, maka dengan analogi berfikir yang sama.
Bid’ah yang kedua (yang sesuai dengan syariat) adalah halal bahkan wajib hukumnya. Jika bid’ah yang pertama tidak boleh kita kerjakan maka bid’ah yang kedua boleh kita kerjakan. Begitu seterusnya.
Al-Hafizh Ibnu Hajar dan al-Imam an-Nawawi menyatakan sebagai berikut : Pada dasarnya, bid’ah itu berarti sesuatu yang diadakan dengan tanpa ada contoh yang mendahului.
Dalam istilah syari’at, bid’ah itu dipergunakan untuk perkara yang bertentangan dengan Sunnah, maka jadilah ia tercela. Namun lebih tepatnya, apabila perkara itu termasuk hal-hal yang dianggap baik menurut syari’at maka iapun menjadi baik.
Apakah ada contoh bid’ah hasanah di zaman Khulafa’ur Rasyidin?
Ada,Simak Riwayat ini;
عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ عَبْدٍ الْقَارِيِّ أَنَّهُ قَالَ خَرَجْتُ مَعَ عُمَرَ بْنِ الْخَطَّابِ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ لَيْلَةً فِي رَمَضَانَ إِلَى الْمَسْجِدِ فَإِذَا النَّاسُ أَوْزَاعٌ مُتَفَرِّقُونَ يُصَلِّي الرَّجُلُ لِنَفْسِهِ وَيُصَلِّي الرَّجُلُ فَيُصَلِّي بِصَلَاتِهِ الرَّهْطُ فَقَالَ عُمَرُ إِنِّي أَرَى لَوْ جَمَعْتُ هَؤُلَاءِ عَلَى قَارِئٍ وَاحِدٍ لَكَانَ أَمْثَلَ ثُمَّ عَزَمَ فَجَمَعَهُمْ عَلَى أُبَيِّ بْنِ كَعْبٍ ثُمَّ خَرَجْتُ مَعَهُ لَيْلَةً أُخْرَى وَالنَّاسُ يُصَلُّونَ بِصَلَاةِ قَارِئِهِمْ قَالَ عُمَرُ نِعْمَ الْبِدْعَةُ هَذِهِ وَالَّتِي يَنَامُونَ عَنْهَا أَفْضَلُ مِنْ الَّتِي يَقُومُونَ يُرِيدُ آخِرَ اللَّيْلِ وَكَانَ النَّاسُ يَقُومُونَ أَوَّلَهُ. رواه البخاري
“Dari Abdurrahman bin ‘bdul Qariy bahwa dia berkata: “Aku keluar bersama ‘Umar bin Al Khaththob radliallahu ‘anhu pada malam Ramadhan menuju masjid, ternyata orang-orang shalat berkelompok-kelompok secara terpisah-pisah. Ada yang shalat sendiri dan ada seorang yang shalat diikuti oleh makmum yang jumlahnya kurang dari sepuluh orang.
Maka Umar berkata: “Aku pikir seandainya mereka semuanya shalat berjama’ah dengan dipimpin satu orang imam, itu lebih baik”. Kemudian Umar memantapkan keinginannya itu lalu mengumpulkan mereka dalam satu jama’ah yang dipimpin oleh Ubbay bin Ka’ab.
Kemudian aku keluar lagi bersamanya pada malam yang lain dan ternyata orang-orang shalat dalam satu jama’ah dengan dipimpin seorang imam.
Lalu Umar berkata: “Sebaik-baiknya bid’ah adalah ini. Dan mereka yang tidur terlebih dahulu adalah lebih baik daripada yang shalat awal malam. Yang ia maksudkan untuk mendirikan shalat di akhir malam, sedangkan orang-orang secara umum melakukan shalat pada awal malam.”
(HR.Bukhari)
Memang Sholat berjama’ah saat sholat tarawih full sebulan Ramadhan itu adalah Bid’ah dalam agama tetapi dasarnya tetap ada,yaitu Sholat Tarawih tadi maka di sebutlah ia Bid’ah hasanah namun sejatinya ia di sebut sebagai Sunnah Khulafa’ur Rasyidin.
Adakah lagi bid’ah hasanah di zaman kita?
Ada,Yaitu Maulid Nabi saw.
Utk menilainya Kita tidak bisa menilai dari segi namanya tetapi nilai lah dari segi Kegiatannya.
Apa saja isi kegiatan Maulid?
1.Pertama-tama sebelum mulai biasanya membaca Surah Yasin, adakah dasarnya?
Jelas ada,
Pertama karena membaca Surah yasin sama dengan membaca Al Qur’an:
عَنْ عَائِشَةَ رضى الله عنها قَالَتْ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « الْمَاهِرُ بِالْقُرْآنِ مَعَ السَّفَرَةِ الْكِرَامِ الْبَرَرَةِ وَالَّذِى يَقْرَأُ الْقُرْآنَ وَيَتَتَعْتَعُ فِيهِ وَهُوَ عَلَيْهِ شَاقٌّ لَهُ أَجْرَانِ »
“Aisyah radhiyallahu ‘anha meriwayatkan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Seorang yang lancar membaca Al Quran akan bersama para malaikat yang mulia dan senantiasa selalu taat kepada Allah, adapun yang membaca Al Quran dan terbata-bata di dalamnya dan sulit atasnya bacaan tersebut maka baginya dua pahala” (HR. Muslim).
Kedua,Surah yasin punya anjuran tersendiri:
Ma’qil bin Yassar meriwayatkan bahwa Rasulullah Shalallahu Alaihi Wassallam bersabda:
اَلْبَقَرَةُ سَنَامُ القُرْآنِ، وَاسْتُخْرِجَتْ “اللّٰهُ لاَإِلَهَ إِلَّا هُوَ الْحَيُّ الْقَيُّوْمُ” مِنْ تَحْتِ الْعَرْشِ، وَ (يس) قَلْبُ القُرْآنِ، لَا يَقْرَؤُهَا رَجُلٌ يُرِيْدُ اللّٰهَ تَبَارَكَ وَتَعَالَى وَالدَّارَ الآ خِرَةَ إِلَّا غُفِرَلَهُ، إِقْرَءُهَا عَلَى مَوْتَاكُمْ. يَعْنِيْ (يس)
Artinya: Al-Baqarah adalah punuknya Al-Qur’an dan ayat (ini) dikeluarkan dari bawah arsy, yaitu: اللهُ لَآ إِلَـٰهَ إِلَّا هُوَالْحَىُّ الْقَيُّومُ Sedangkan surat Yasin adalah inti dari Al-Qur’an. Tidaklah seseorang yang membacanya dengan niat menginginkan Allah dan negeri akhirat melainkan ia akan diampuni. Bacakanlah ia pada orang-orang yang hendak meninggal di antara kalian. (HR. Ahmad).
2.Membacakan Istighfar untuk Kaum muslimin,hal ini juga ada anjurannya:
Dari sahabat Ubadah bin al-Shamit ra, Rasulullah saw bersabda, yang artinya: Barangsiapa yang memohonkan ampunan bagi orang-orang yang beriman, laki-laki dan perempuan, maka Allah akan mencatat baginya dengan setiap orang yang beriman, laki-laki dan perempuan, sebagai satu pahala kebaikan (Hadits shahih riwayat al-Thabarani)
3.Membaca Sholawat,perkara ini sebenarnya sangat jelas keutamaannya,tapi marilah kita sampaikan beberpa keutamaan sholawat:
وقال صلى الله عليه وسلم : أكثروا عليَّ من الصَّلاةِ يومَ الجمعةِ ؛ فإنَّ صلاةَ أمّتي تُعرضُ عليّ في كلّ يومِ جمعةٍ ، فمن كان أكثرهم عليّ صلاةً كان أقربهم منّي منزلةً. (رواه البيهقي)
Artinya: “Rasulullah bersabda: Perbanyaklah kalian untuk bershalawat kepadaku di hari Jumat. Karena sesungguhnya shalawatnya umatku itu disetorkan kepadaku setiap hari Jumat. Barangsiapa yang paling banyak bershalawat kepadaku, maka dia akan mendapatkan kedudukan yang paling dekat denganku,” (HR Imam Baihaqi).
Dari Ali bin Abi Thalib, dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
((البَخِيلُ كُلَّ البُخْلِ الَّذِي ذُكِرْتُ عِنْدَهُ فَلَمْ يُصَلِّ عَلَيَّ))
“Orang yang paling bakhil adalah seseorang yang jika namaku disebut ia tidak bershalawat untukku.” [H.R. Nasa’i, Tirmidzi dan Thabaraniy]
Dari Ibnu Abbas, Rasul Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
((مَنْ نَسِيَ الصَّلاَةَ عَلَيَّ خُطِئَ طَرِيقَ الجَنَّةَ))
“Barangsiapa yang lupa mengucapkan shalawat untukku maka ia telah menyalahi jalan surga.” [Telah ditashih oleh Al-Albani]
Dan lain-lain lagi hadits tentang sholawat yang tidak bisa di hitung.
4.Membaca Riwayat Nabi saw,hal ini adalah sesuatu yang jelas sangat baik,bahkan di isyaratkan dalam Al Qur’an:
لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِي رَسُولِ اللَّهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ
Artinya, “Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu.” (QS. Al-Ahzab [33]: 21)
Menafsiri ayat di atas, Ibnu Katsir menjelaskan, bahwa ayat ini merupakan dasar yang paling penting dalam menjadikan Rasulullah sebagai panutan. Baik dalam ucapan, perbuatan dan segala liku kehidupan. Oleh karena itu, Allah swt memerintahkan manusia untuk mengikuti Nabi saw saat perang Ahzab dalam hal kesabaran, keteguhan hati, kesiagaan, dan perjuangannya, serta tetap menanti jalan keluar dari Allah swt. (lihat Tafsir Ibnu Katsir, juz 3, hal. 483)
Bagaimana kita Bisa mengikuti Rasulullah saw dari segala segi kalau tidak tau Riwayat tentang beliau?
Berkata Abah Guru Sekumpul, “Barang siapa yang membaca dan mendengar riwayat hidup seorang Waliyullah. Maka si pembaca dan si pendengar diampuni Allah segala dosanya dan diberi Allah rahmat dunia dan akhirat. Dan dibanyakkan Allah Ta’ala rezekinya yang halal dan diberikan khusnul khotimah.”
Beliau juga berkata, “Supaya jasad tidak hancur di dalam kubur ialah mencintai para wali Allah dengan cara sering membaca riwayat mereka.”
“Tiada jalan untuk selamat di akhir zaman ini melainkan mendekati dan mengambil berkat ulama (wali) baik yang masih hidup maupun yang sudah wafat. Maksud mendekati dan mengambil berkat yaitu mencintai, membantu, bersilaturrahim, hadir majelis, mengamalkan segala ilmu, wiridan dan nasehat mereka, serta ziarah ke kubur mereka apabila sudah wafat.”
Hal ini untuk Waliyullah, apa lagi untuk Rasulullah saw, Berkata al Imam al Habib Abdullah bin Alwy al Haddad, “Apabila aku tidak mampu dekat dengan orang yang aku cintai (para salafus sholih) dan bertemu dengannya, maka dalam mengingat mereka, kurasakan keakraban yang membasahi jiwaku yang kering ini”.
5.Membaca Syair-syair yang Baik,perkara ini sebenarnya sudah saya sampaikan bahwa Rasulullah saw suka terhadap syair-syair yang baik,
حَدَّثَنَا عَمْرٌو النَّاقِدُ، وَابْنُ أَبِي عُمَرَ، كِلَاهُمَا عَنِ ابْنِ عُيَيْنَةَ، قَالَ: ابْنُ أَبِي عُمَرَ، حَدَّثَنَا سُفْيَانُ، عَنْ إِبْرَاهِيمَ بْنِ مَيْسَرَةَ، عَنْ عَمْرِو بْنِ الشَّرِيدِ، عَنْ أَبِيهِ، قَالَ: رَدِفْتُ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَوْمًا، فَقَالَ: «هَلْ مَعَكَ مِنْ شِعْرِ أُمَيَّةَ بْنِ أَبِي الصَّلْتِ شَيْءٌ؟» قُلْتُ: نَعَمْ، قَالَ: «هِيهْ» فَأَنْشَدْتُهُ بَيْتًا، فَقَالَ: «هِيهْ» ثُمَّ أَنْشَدْتُهُ بَيْتًا، فَقَالَ: «هِيهْ» حَتَّى أَنْشَدْتُهُ مِائَةَ بَيْتٍ
“Dari ‘Amru bin Asy Syarid dari ayahnya (Asy-Syarid bin Suwaid Ats-Tsaqafy) ia berkata : ”Suatu hari aku dibonceng oleh Rasulullah SAW. Maka beliau bertanya : ‘Apakah engkau hafal syair Umayyah bin Abish-Shalat?’ Aku menjawab: ‘Ya’. Beliau berkata : ‘Lantunkanlah!’. Maka aku pun melantunkan satu bait syair. (Setelah selesai), beliau pun berkata: ‘Teruskanlah!’. Maka aku pun melantunkan satu bait syair lagi. (Setelah selesai), beliau pun berkata hal yang sama: ‘Teruskanlah!’. Hingga aku melantunkan sekitar seratus bait syair” (HR Muslim).
6.Do’a,hal ini tidak perlu di jelaskan
7.Jamuan dari Tuan Rumah, hal ini sebenarnya juga ada keutamaannya dan ada perintahnya Dari Rasulullah saw dan kebiasaan Nabi Ibrahim,
Dari Abu Suraih Al Ka’bi bahwa Rasulullah SAW bersabda yang artinya: “Barangsiapa beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaknya ia memuliakan tamunya dan menjamunya siang dan malam.” (HR Bukhari dan Muslim dari ‘Aisyah)
Allah ta’ala telah berfirman yang mengisahkan Nabi Ibrahim ‘alaihis salam bersama tamu-tamunya:
فَرَاغَ إِلىَ أَهْلِهِ فَجَاءَ بِعِجْلٍ سَمِيْنٍ . فَقَرَّبَهُ إِلَيْهِمْ قَالَ آلاَ تَأْكُلُوْنَ
“Dan Ibrahim datang pada keluarganya dengan membawa daging anak sapi gemuk kemudian ia mendekatkan makanan tersebut pada mereka (tamu-tamu Ibrahim) sambil berkata: ‘Tidakkah kalian makan?’” (Qs. Adz-Dzariyat: 26-27)
Lantas bagaimana dengan orang yang tidak mau datang pada undangan Orang Seperti undangan Maulid dll?
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ دُعِىَ فَلْيُجِبْ
“Barangsiapa yang diundang maka datangilah!” (HR. Abu Dawud dan Ahmad)
وَمَنْ تَرَكَ الدَّعْـوَةَ فَقَدْ عَصَى اللهَ وَرَسُوْلَهُ
“Barang siapa yang tidak memenuhi undangan maka ia telah bermaksiat kepada Allah dan Rasul-Nya.” (HR. Bukhari)
Beginilah cara menilai Masalah Maulid, kalau mau menilai yang lainnya juga perlu menilai kepada Isi kegiatannya barulah tahu apakah itu bid’ah atau tidak.
Lalu bagaimna contoh bid’ah yang sebenarnya..?
Ada, seperti ajaran Al Zaytun, Ajaran Tentang Org Ngaku Al mahdi lalu nyuruh pengikutnya mandi telanjang rame2, ada juga yang ngaku mendengar suara Tuhan/malaikat di suruh baca bacaan yang menyalahi syari’at seperti memuji dan meminta kpd jin,dan memuji dan meminta kpd Malaikat dll.
Ada yg merubah tata cara angkat takbir saat sholat, ada yg merubah raka’at sholat, ada yang bikin Ibadat yang buruk yg tdk ada kaitannya sama sekali dg syari’at lalu menganggapnya di sukai Allah dll sebagainya.
Selain itu dari yang saya amati, bid’ah sesat ini ada dua macam:
Bid’ah dalam aqidah dan bid’ah dalam amaliah.
Contoh pelaku bid’ah dalam aqidah yang sdh banyak kelompoknya adalah kelompok Qadiriyah,Mu’tazilah dll.
Dan contoh pelaku bid’ah dalam amaliah yang banyak kelompoknya adalah kelompok Khawarij dan Syi’ah,khusus utk Syi’ah juga banyak Bid’ah² dalam Aqidah seperti Meyaqini bahwa para sahabat itu terlaknat dll, Naa’udzubillaah.
Sebagai pengetahuan,salah satu bid’ah yang terkenal dalam kelompok Syi’ah adalah Mandi dengan taik Imam mereka serta Memukul badan mereka saat hari Asyura.
Wallahu a’lam