Dalam sebuah mimpi Muhammad Qasim, beliau berkata bahwa “Allah yang Maha Kuasa sering muncul dalam mimpiku. Aku hanya merasa bahwa Allah ada di Arsyil Adhzim (singgasana tertinggi). Dan aku mendengar suaranya dari balik tabir (hijab). Suara itu terkadang turun dari langit atau aku akan melihat cahaya yang luar biasa terang”.
Dan terkadang suara yang luar biasa akan datang dari cahaya yang luar biasa. Setiap kali aku melihat cahaya Allah , mataku menjadi terpaku. Tidak mungkin untuk menggambarkannya. Aku tidak bermaksud mengatakan bahwa cahaya ini adalah Allah SWT melainkan cahaya Allah adalah versi megah cahaya yang diciptakan Allah SWT. Allah SWT jauh melampaui segalanya untuk digambarkan sebagai cahaya. Dan dia adalah pencipta cahaya.
Berdasarkan mimpi ilahi Muhammad Qasim hal ini sesuai dengan ayat Al Qur’an yaitu
لاَ تُدْرِكُهُ اْلأَبْصَارُ وَهُوَ يُدْرِكُ اْلأَبْصَارَ وَهُوَ اللَّطِيفُ الْخَبِيرُ
Dia (Allah) tidak dapat dicapai oleh penglihatan mata, sedang Dia dapat melihat segala penglihatan itu dan Dialah Yang Maha Halus lagi Maha Mengetahui. [Al An’aam/6 :103]
Juga diperkuat oleh firman Allah SWT yang lain yaitu
إِلَيْكَ قَالَ لَنْ تَرَانِي وَلَكِنِ انْظُرْ إِلَى الْجَبَلِ فَإِنِ اسْتَقَرَّ مَكَانَهُ فَسَوْفَ تَرَانِي فَلَمَّا تَجَلَّى رَبُّهُ لِلْجَبَلِ جَعَلَهُ دَكًّا وَخَرَّ مُوسَى صَعِقًا فَلَمَّآ أَفَاقَ قَالَ سُبْحَانَكَ تُبْتُ إِلَيْكَ وَأَنَا أَوَّلُ الْمُؤْمِنِينَ
Dan tatkala Musa datang untuk (munajat dengan Kami) pada waktu yang telah Kami tentukan, dan Rabb telah berfirman (langsung kepadanya), berkatalah Musa: ”Ya Rabbku, nampakkanlah (diri Engkau) kepadaku, agar aku dapat melihat kepada Engkau”. Rabb berfirman: “Kamu sekali-kali tak sanggup untuk melihat-Ku, tapi lihatlah ke bukit itu, maka jika ia tetap ditempatnya (sebagai sediakala) niscaya kamu dapat melihat-Ku”. Tatkala Rabbnya menampakkan diri kepada gunung itu, dijadikannya gunung itu hancur luluh dan Musa pun jatuh pingsan. Maka setelah Musa sadar kembali, dia berkata: “Maha Suci Engkau, aku bertaubat kepada Engkau dan aku orang pertama-tama beriman”. [Al A’raf/7 :143]
Dalam ayat Al-Qur’an itu dijelaskan tentang kisah nabi Musa as yang ingin bertemu dengan Allah SWT secara langsung tanpa perantara karena rasa rindu kepada Allah SWT yang sangat membuncah lalu Allah SWT memerintahkan nabi Musa as ke gunung Sinai , setelah itu kilat menyambar dan cahaya Allah SWT muncul, seketika gunung tersebut menjadi hancur.
Hijab Allah SWT disebut juga dengan tabir.
وَمَا كَانَ لِبَشَرٍ اَنۡ يُّكَلِّمَهُ اللّٰهُ اِلَّا وَحۡيًا اَوۡ مِنۡ وَّرَآىٴِ حِجَابٍ اَوۡ يُرۡسِلَ رَسُوۡلًا فَيُوۡحِىَ بِاِذۡنِهٖ مَا يَشَآءُؕ اِنَّهٗ عَلِىٌّ حَكِيۡمٌ
Dan tidaklah patut bagi seorang manusia bahwa Allah akan berbicara kepadanya kecuali dengan perantaraan wahyu atau dari belakang tabir atau dengan mengutus utusan (malaikat) lalu diwahyukan kepadanya dengan izin-Nya apa yang Dia kehendaki. Sungguh, Dia Maha Tinggi, Maha bijaksana. ( QS asy Syura:51)
Rasulullah Saw saat isra’ dan mi’raj ke langit atas kehendak Allah SWT , saat itu Rasulullah Saw bertemu dengan Allah SWT tetapi Rasulullah Saw bertemu dengan Allah SWT dengan di beri kekuatan khusus di dalam hati oleh Allah SWT.
Nabi Muhammad melihat Allah tidaklah sama dengan proses manusia biasa seperti kita melihat. Akan tetapi, Allah memberikan kemampuan khusus bagi Nabi Muhammad ketika itu sehingga beliau dapat melihat langsung kepada Allah. Hal ini dikarenakan Allah memberikan kemampuan melihat kepada hambanya tidak terbatas dengan perangkat mata kepala saja. Allah memberikan kemampuan melihat kepada hamba-Nya di waktu dan tempat yang telah Allah tentukan. (Al-Laqqani Abdussalam, Ithaf al-Murid Syarh Jauhar at-Tauhid [Beirut: Darul Kutub al-Ilmiyyah, 2002] hal.202)
Hal ini dikuatkan dengan hadits
عن جرير بن عبد الله قال كنا جلوسا عند رسول الله إذ نظر ليلة البدر فقال لنا إنكم سترون ربكم كما ترون هذا القمر
Artinya, “Diceritakan dari Jarir bin Abdullah bahwa beliau mengatakan, ‘(suatu ketika) Kami duduk bersama Rasulullah ketika melihat bulan purnama, kemudian Rasulullah bersabda, ‘Sungguh kalian akan melihat tuhan kalian (di hari kiamat) sebagaimana kalian melihat rembulan ini,’’ (HR Daruquthni).
Hal ini juga diperkuat dengan hadist Rasulullah SAW, yaitu :
قال رسول الله تعلموا أنه لن يرى أحد منكم ربه حتى يموت
Artinya, “Rasulullah bersabda Ketahuilah kalian semua bahwa tidaklah salah satu di antara kalian melihat Tuhannya hingga ia mati,”. (HR Muslim).
Imam Al-Ghazali mengutip hadist Nabi SAW mengenai hijab Allah kepada makhluk-Nya. “Allah mempunyai 70.000 hijab (tirai penutup) cahaya dan kegelapan. Seandainya Dia menyibakkannya niscaya cahaya-cahaya Wajah-Nya akan membakar siapa saja yang memandangnya.”
Hijab berarti penghalang atau penutup sesuatu agar tidak terlihat, tidak tersentuh, dan tidak terjangkau. Hijab juga berarti batas-batas yang bisa dicapai. Hijab adalah pembatas yang tidak bisa dilewati kecuali telah mendapat ijin untuk melewatinya. Hijab itu berupa cahaya dan kegelapan.
Allah itu sangat dekat tapi kita tidak dapat mencapai-Nya karena terhalang hijab yang berlapis-lapis. Kita tidak mengenal Allah karena terhalang hijab. Doa tidak terkabul karena ada hijab. Kita malas beribadah karena ada hijab. Kita tidak bisa bekerja sama dengan orang lain karena ada hijab di hati.
Jika kita melakukan kebaikan (amal shalih), hijabnya adalah cahaya. Jika melakukan keburukan (kejahatan) maka hijabnya adalah kegelapan. Terbukanya hijab-hijab itu adalah salah satu rahmat terbesar yang dapat kita per oleh di bulan Ramadhan. Suatu hijab yang sangat besar dalam diri kita adalah hawa nafsu.
Penulis: Fatri Hanifah